Posisi Bid'ah = Menutup Pintu Debat Kusir

Bookmark and Share


Mungkin banyak sekali diantara pembaca yang sudah tidak asing mendengar hadits hadits tentang bid,ah, tetapi tak banyak yang bisa dilakukannya selain menangkap mentah dan menelannya mentah juga, Perhatikan hadits berikut :

"Sesungguhnya ucapan yang paling benar adalah Kitabullah, dan sebaik-baik jalan hidup ialah jalan hidup Muhammad, sedangkan seburuk-buruk URUSAN AGAMA ialah yang diada-adakan. Tiap-tiap yang diada-adakan adalah bid'ah, dan tiap bid'ah adalah sesat, dan tiap kesesatan (menjurus) ke neraka". (HR. Muslim)

Hal yang tampak tak jelas pada hadits diatas hanya 1 yakni yang diada adakan, selebihnya jelas dan mudah dipahami. Sungguh sebuah kebenaran yang sangat indah. dan coba anda pasangkan dengan hadits berikut:

"Sesungguhnya yang halal itu jelas, dan yang haram itu jelas, dan diantara keduanya ada perkara-perkara syubhat, Kebanyakan manusia tidak mengetahuinya. Barangsiapa yang menjaga diri dari perkara syubhat tersebut, maka dia telah menjaga agamanya dan kehormatannya, dan barangsiapa yang jatuh dalam perkara syubhat, maka dia jatuh kepada hal yang haram. ......."

Jika pada kedua hadits diatas anda masih belum mengerti bahkan cenderung bingung, Perhatikan lagi kaidah dalam ilmu hadits berikut dan camkan yang tercetak tebal.

- Untuk Perkara Ibadah, hukum asalnya adalah Haram dikerjakan.....Sebelum ada perintah (tentu saja perintah tersebut berasal dari Al Qur'an dan Hadits)
- sedangkan Perkara Keduniaan, Hukum asalnya adalah Halal dan boleh dikerjakan,...sebelum ada Larangan.

Bagi umat muslim itu adalah sesuatu yang tidak bisa ditawar, Bahwa sesuatu yang haram sungguh telah jelas, begitu juga yang halal. Dari penjelasan diatas, saya yakin pembaca pasti paham, dalam perkara apa makruh dan mubah itu ditempatkan.

Alhasil, janganlah kita seperti orang bingung, karena kebanyakan orang Indonesia lebih suka mengerjakan sesuatu yang tidak ada contohnya, sedangkan banyak sekali yang telah ada contohnya (sunnah) dia tinggalkan tanpa sadar. Sungguh ini hanya bisa dipahami oleh orang yang bukan sekedar berakal, tetapi betul betul mempergunakan akalnya itu.